Senin, 17 Agustus 2009

Rancangan Taman Bung Karno, Ruang Publik, Titisan Spirit Bali

Beberapa bulan lalu, telah diselenggarakan Sayembara Perancangan Taman Bung Karno. Pesertanya, selain dari Bali juga daerah lain. Lewat penilaian para juri, didapatlah hasil beberapa desain terbaik. Lahan yang dilombakan sebagai lokasi taman tersebut adalah bekas pusat pemerintahan Kabupaten Badung di Jalan Gatot Subroto Denpasar. Apa saja yang bisa disimak dari rancangan itu?


TENTU sudah dimaklumi bersama, Kota Denpasar telah dicanangkan sebagai kota berwawasan budaya. Ini suatu upaya untuk mendukung identitas Kota Denpasar. Saat ini agaknya ketersediaan ruang-ruang publik ditengarai tak seimbang dengan jumlah penduduk yang ada. Keterbatasan ruang terbuka hijau sebagai ruang publik kiranya dapat mengakibatkan lingkungan fisik tak nyaman, selain secara psikologis berpengaruh juga terhadap prilaku masyarakatnya.


Dpilihnya tempat tersebut lantaran lokasinya diangnggap amat strategis sebagai ruang terbuka, tempat rekreasi dan ajang bersosialisasi di antara dinamika kehiupan masyarakat kota, dalam upaya menuju pola hidup yang nyaman, nikmat, tentram, bahagia, serta memenuhi syarat kesehatan, baik secara fisik maupun psikologis.

Lahan yang disediakan pun memiliki luasan 5,57 hektar, dengan persyaratan luas total bangunan terhadap luas lahan (koefisien dasar bangunan) tak boleh lebih dari 15%.


Lima Terbaik

Tim juri sayembara perancangan Taman Bung Karno (TBK) dibentuk demikian selektif, terdiri dari tokoh sejarah, budaya, ekonomi, pariwisata dan arsitektur. Dari hasil penilaian, lahir lima karya terbaik. Kelima peserta yang mengusung karya terbaik tersebut yakni Nyoman Nuarta (Bandung), Gusti Made Putra (Denpasar), A.A. Gd. B. Edyana, ST. (Denpasar), CV. Cipta Mandala (Denpasar) dan Saraswati & Tekom (Denpasar).


Pada dasarnya, para peserta tersebut dianggap telah memenuhi lima aspek criteria penilaian yang dipakai acuan para Dewan juri, antara lain mencakup: aspek kesejarahan, estetika, simbolik, fisik dan ekonomi/pariwisata.

Rancangan Nuarta lebih menekankan TBK sebagai landmark yang memiliki cirri sangat spesifik dan mengandung daya pikat wisata. Dalam hal ini lebih difokuskan pada faktor monumentalitasnya, yang dianggap sangat penting. Lantaran itu pula pengolahan tapak patung utama Bung Karno (BK) dibuat agar dapat terlihat dari berbagai arah. Alhasil, patung BK diberdirikan di tengah, hingga menjadi aksen di tengah taman. Sementara gugus bangunan yang didesain seperti amphiteater, restaurant, hingga perpustakaan, menjadi pendukung tamannya.


Nuarta telah berupaya memadukan aspek sejarah dan seni. Pengenalan Nuarta terhadap karakter BK (selain sebagai Bapak Proklamator juga kolektor seni) membuat rancangan taman yang ditampilkannya berkesan dinamis tanpa mengabaikan konsep-konsep ruang Bali. Nampaknya monumentalitas patungan sangat kuat mendominasi seluruh rancangan.


Sementara karya Gusti Made Putra berpijak pada konsep dasar monumental (agung, berwibawa, sederhana dan menimbulkan kesan peringatan) dan rekreatif (menimbulkan suasana indah, santai/rileks, menghibur, dan menyenangkan). Perancangan arsitektur tamannya menggunakan pola penataan perempatan agung (catus pata atau tampak dara) sebagaimana pola penataan yang ada pada puri-puri di Bali.


Selain mempertimbangkan sumbu bumi (kaja-kelod dan kangin kauh) pun mempertimbangkan sumbu mata angina dan pola telajakannya. Di sisi laijn, ungkapan sosok BK dalam perencanaan dituangkan dalam bentuk symbol-simbol pada elemen bangunan maupun monument.


Zaman Kerajaan

Bagaimana dengan karya A A Gd. B. Edyana? Kajian perencanaan (untuk fungsi-fungsi bangunan) nya bertitik tolak dari konsep ruang Bali Tradisional. Sementara konsep filosofisnya merupakan salah satu butir-butir pendekatan, seperti Tat Twam Asi, tri loka, tri hita karana, bhuana agung, bhuana alit, manik ring cucupu, desa kala patra, dan dewata nawa sanga. Di sisi lain, dalam pembuatan rancangan tapak (site plan), konsepnya mengacu pada tatanan hulu teben, tri mandala, sanga mandala, swastikasana, tri angga, natah, ragam hias, warna, fungsi, bahan lokal, ukuran bangunan, dan ketinggian.


Dari aspek rancangannya, konsep taman Edyana terinspirasi oleh karya arsitektur pertamanan di zaman kerajaan tempo doeloe yang memiliki fungsi rekreasi. Pusat perhatian ditunjukkan dengan menempatkan figure BK sebagai proklamator, penggerak semangat pembangunan mental bangsa. Sementara symbol tamannya diangkat dari narasi “Adi Parwa”, tentang kisah “Pemutaran Mandhara Giri”, secara simbolik memanfaatkan unsur air, hard scape (unsur keras), soft scape (unsur lunak), unsur estetika, religi, maupun bentuk-bentuk bangunan yang mencerminkan semangat kehidupan.


Karya terbaik berikutnya dari CV Cipta Mandala, memiliki usulan program penataan menyangkut program yang bersifat fungsional maupun program arsitekturalnya. Program fungsionalnya diterjemahkan secara luas dalam beberapa aktivitas seperti fungsi rekreasi, belajar, ekologis, budaya dan psikologis.


Fungsi rekreasi tercermin pada areal terbuka yang dirancangnya, seperti Taman Lila Cita serta pada monument dan bangunan museumnya. Sementara fungsi belajar ditunjukkan dalam rancangan museum BK, area pengenalan dunia sains dan teknologi modern, perpustakaan, aula diskusi, renungan dan kajian adapt-budaya Bali dan agama Hindu serta Taman Taru Pramana. Sedangkan fungsi ekologis desainnya memanfaatkan penataan taman dan tanaman serta menjaga relasi yang harmonis dengan sungai (tukad) dan lapangan olahraga yang ada. Dari sisi fungsi sosial budaya, ungkapannya berupa areal ruang terbuka guru terwujudnya interaksi social masyarakatnya. Kemudian untuk menggelar aktivitas yang bernuansa adapt, seni dan budaya Bali direncanakan bangunan wantilan, pura dan plaza.


Renungan yang juga memiliki fungsi secara psikologis ini, gubahan yang diwujudkan diharapkan bias mengurangi tekanan mental masyarakat mengingat padatnya aktivitas kehidupan yang ada di perkotaan. Area ruang terbuka dimanfaatkan melalui penataan melalui penataan lansekap bercitra Bali, rekreasi di dalam museum atau hiburan kesenian Bali yang berlangsung di wantilan pura. Kemudian TBK ini pun diarahkan pula agar bisa menghasilkan keuntungan (profit), dimaksud untuk pemanfaatan biaya perawatan taman dan pemeliharaan gedung dan operasional aktivitas pengelolaan secara keseluruhan.


Bagaimana dengan program arsitekturalnya? Beragam aktivitas yang termunculkan melalui fungsi-fungsi yang akan dikembangkan pada TBK memerlukan ruang sebagai wadahnya. Program tersebut menyangkut pada kebuituhan jenis ruangnya-kegiatan rekreasi, belajar, sosial budaya dan psikologi serta kegiatan ekonomisnya. Lantas, pengelompokan ruangnya meliputi adanya fasilitas utama (monumen BK), fasilitas pendukung (ruang pengelola, museum, perpustakaan, pengenalan teknologi, dll.), fasilitas pelengkap, taman parkir, Taman Taru Pramana, Taman Lila Cita, pos keamanan, toilet umum, pedestrian, terowongan penyebrangan, dan sculpture).


Usulan program penataan yang terakhir dari CV Cipta Mandala ini menyangkut program tapak (site) nya, terdiri dari beberapa komponen perencanaan seperti tat guna tanah dan tata ruangnya. Begitu pula aspek sirkulasi dan pencapaiannya, selain parkir, ruang terbuka, pedestrian ways, street furniture, signage, activity support, jaringan utilitas kawasan dan konservasi.


Sebagai karya terbaik kelima disandang oleh kelompok Saraswati dan Tekom, Denpasar. Konsepnya lebih nyata melihat dari sisi motivasi kedatangan masyarakat bagian barat dan utara serta pemukiman di sekitarnya. Rancangannya lebih mencerminkan penyediaan tempat bagi masyarakat agar dapat menikmati udara segar sembari bersantai bersama keluarganya.


Untuk itu disediakan wadah untuk kegiatan-kegiatan terjadwal yang dilaksanakan setiap tahunnya, baik berupa program pemerintah atau pun kelompok-kelompok masyarakat. Penataannya pun agaknya telah memperhatikan potensi-potensi yang tersisa pada tapak. Lantaran sarana ruang terbuka kota TBK ini merupakan fasilitas umum yang tidak komersial. Kelompok Saraswati & Tekom ini dalam rancangan atau penataannya, juga memperhatikan masalah perawatan dan pemanfaatan ruang menjadi ruang-ruang multifungsi.


Belum Lepas

Dari konsep-konsep rancangan yang dibuat oleh kelima peserta terbaik tersebut, agaknya belum bisa lepas dari kelebihan dan kekurangan masing-masing. Ruang terbuka kota TBK (RTKTBK) ini hendaknya menyediakan tempat kebebasan berekspresi, beraktivitas dan memberikan makna lebih bagi komunitas, hingga bisa memberi suasana hati yang nyaman, damai dan tenteram. Dengan kata lain, ruang terbuka kota merupakanm sebagai sarana aktivitas dan rekreasi yang optimal.


Beberapa catatan mungkin bisa dijadikan pertimbangan dalam rancangan RTKTBK ini, antara lain (1) kelima karya terbaik ini agaknya perlu memasukkan analisis yang mengaitkannya dengan perkembangan arsitektur kota, (2) Belum terlihat adanya konsep dan desain rancangan yang berupaya untuk memperhatikan kalangan penyandang cacat, lanjut usia, bayi, dll, dengan menyediakan sarana kemudahan dalam bersikulasi, misalnya dengan mendesain jalan setapak berupa ramp untuk orang-orang difabel, (3) Membuat suatu konsep yang memiliki prospek untuk menjaga dan mengembangkan taman sebagai unsure keindahan dan kenyamanan kota sebagai unsure keindahan dan kenyamanan kota serta sebagai tempat rekreasi masyarakat luas, (4) Diupayakan agar tampil dengan identitas ke-Baliannya, berlandaskan falsafah Tri Hita Karana, dll., dengan konsep rancangan yang senantiasa dijiwai oleh kearifan lokal Bali.


Kiranya, dalam implementasi pembangunannya didambakan agar merupakan penggabungan atau paduan dari konsep dan rancangan lima karya terbaik tersebut. Karena masing-masing peserta memiliki kekhasan dan keunikannya sendiri-sendiri, atau –paling tidak-bisa mengeliminasi kelemahan atau kekurangan yang ada. Diharapkan kemudian terwujud RTKBK secara optimal rekreatif, yang bisa mengakomodasi kearifan tatanan ruang arsitektural, yang lebih santun dan manusiawi.


I Nyoman Gde Suardana, “Bali Post”, Minggu, 28 Agustus 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar