Kamis, 09 Juli 2009

Bagaimana Memaknai Pedestrian Jalan Kamboja

Bagaimana Memaknai Pedestrian Jalan Kamboja

Jalan Kamboja-Denpasar yang dikenal juga sebagai kawasan pendidikan memiliki pedestrian baru. Jika masih bisa dikaitkan dengan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2 Mei lalu dan Hari Kebangkitan Nasional mendatang, apa yang bisa dilihat dan dirasakan dari adanya pedestrian ini? Bagaimana langkah ke depan guna lebih memaknainya?

Di kawasan jalan Kamboja-Denpasar banyak berdiri gedung-gedung sekolah negeri mau pun swasta, berjejer di sepanjang-sisi timur-jalan. Kelangsungan aktivitas di kompleks ini umumnya dihidupkan oleh kegiatan akademik kesiswaan dan kemahasiswaan. Adanya pedestrian menambah salah satu elemen arsitektur kota yang boleh dikata sebagai bagian dari proses functional zoning kota, khususnya menyangkut zoning pendidikan di kota Denpasar.

Pedestrian di jalan Kamboja secara fungsional sebenarnya dapat dimanfaatkan sebagai kegiatan penunjang aktivitas belajar mengajar, intrakurikuler maupun ekstrakurikuler. Ruang publik pendidikan di sini perlu diupayakan kelak jadi ruang komunikasi edukatif, bagi siswa, guru-guru di sekolah masing-masing maupun siswa dan guru antar sekolah.

Terkait dengan alat transportasi siswa, mahasiswa, guru, dosen serta pegawai sekolah setempat tentu memerlukan tempat memadai buat parkir, serta mudah dicapai dari lokasi sekolah. Pedestrian yang-semestinya-untuk pejalan kaki, sampai sekarang –pada jam belajar siswa-selalu dipadati mobil, berderet di kiri kanan jalan. Di manakah kelak akan dibangun tempat parkir?

Kantong Parkir

Kiranya-sebagai alternatif, bisa diatasi dengan membuat “kantong-kantong” parkir di sekitar sekolah masing-masing seperti di jalan Gadung, Angsoka, Jepun, jl. Mawar hingga sisi timur stadion Ngurah Rai. Atau dengan membuat tempat parkir induk di sekitar Gelanggang Olah Raga (GOR). Parkir ini bisa dibuat dalam bentuk bertingkat atau di bawah tanah (basement).

Ruang publik pendidikan, jika difungsikan secara baik dan benar akan bisa berdaya guna sebagai tempat diskusi di ruang terbuka, antar siswa di satu sekolah atau antar siswa di luar sekolahnya. Arus sirkulasi bisa diatur sesuai dengan kondisi jalan yang ada di sekitar jalan Kamboja. Sesekali keberadaan arsitektur ruang luar dalam bentuk pedestrian dan tatanan lansekapnya bisa digunakan pula sebagai tempat refreshing setelah berjam-jam mengikuti pelajaran di dalam ruangan.

Kemungkinan fasilitas lain bisa ditambahkan di lingkungan ruang terbuka ini semisal toko buku/ alat-alat tulis untuk keperluan siswa maupun mahasiswa. Pohon-pohon peneduh bisa sebagai perindang dari terik matahari. Berbagai aktivitas lain bisa digelar, dari kegiatan bazar sekolah hingga pertunjukan kesenian. Pentas teater sekolah pun dapat dilakukan di pedestrian ini. Ruang-ruang jadi multifungsi dan fleksibel dalam penataannya. Termasuk untuk kegiatan beragam pameran.

Seorang pakar arsitektur kota, Hamid Shirvani, pernah memaparkan teori ''delapan elemen perancangan kota'' yang meliputi: tata guna lahan, massa dan bentuk bangunan, sirkulasi dan parkir, ruang terbuka publik, pedestrian ways, kegiatan pendukung, penanda dan preservation. Maka pedestrian ways di jalan Kamboja ini jelas merupakan bagian dari elemen kota Denpasar, sekaligus sebagai ruang publik pendidikan yang memiliki kegiatan pendukung dalam proses belajar mengajar serta bisa pula selaku ”penanda” kawasan pendidikan.

Rancangan ruang luar berkonsep dasar komunikatif, edukatif dan rekreatif dapat dipakai sebagai landasan atau pedoman dalam membuat konsep rancangannya. Desain yang berdasarkan pada konsep komunikatif ditunjukkan oleh adanya penataan yang terbuka atau transparan, tak ada sekat-sekat. Bangku-bangku bentuk alami bisa pula ditempatkan pada posisi yang memiliki pohon peneduh.

Lebih jauh, pedestrian yang sekaligus selaku ruang publik pendidikan bisa dijadikan sebagai ruang di mana berlangsung “proses pembelajaran dan pencerahan”. Dan, aktivitas ekstrakurikuler atau yang masih terkait dengan pendidikan adalah sebagian dari “peristiwa” yang memaknai ruang itu. Di sisi lain dapat dirujuk sebuah pandangan yang menyatakan, bahwa ruang publik pendidikan juga turut memaknai upaya peningkatan sumber daya manusia. Dengan menggunakan area pedestrian sebagai bagian dari aktivitas pendidikan, para siswa maupun mahasiswa telah menjabarkan “teks” baru dalam memaknai pedestrian di jalan Kamboja ini.

Belum Sepenuhnya

Sebelum adanya pedestrian, “ruang jalan” Kamboja bisa dipandang sebatas wujud “murni” untuk sirkulasi kendaraan mobil, motor dan pejalan kaki yang memperoleh makna dari “teks” di luarnya (sebatas “membentang” di antara bangunan-bangunan sekolah dan beberapa kantor). Di masa datang tentu diharapkan ruang itu memiliki makna yang lebih independen, lantaran menjadi ruang bersama.

Dalam konteks ruang publik pendidikan, para murid bahkan mungkin pula guru-guru atau dosen bisa dikatakan sebagai “pengguna utama” ruang publik ini, lantaran merekalah paling dekat dan menjadi realitas aktivitas keseharian mereka. Ruang publik pendidikan bisa menjadi representasi dari aktivitas ilmiah, semi ilmiah, hiburan atau yang bersifat rekreatif.

Hal ini tentu turut memberikan dampak positif terhadap keseimbangan perkembangan intelektual, mental, emosional dan sosial anak didik. Artinya, berpotensi membangun perkembangan otak kiri dan otak kanannya. Jadi, dari sisi “mem-budi pekertikan” perilaku pengguna ‘ruang arsitektural’ perlu senantiasa menjadi perhatian, karena secara timbal balik ada pengaruhnya.

Makna ruang publik pendidikan ini kemudian akan menjadi lebih dinamis atau memiliki sifat movable. Misalnya bisa digunakan untuk kegiatan baris-berbaris memperingati perayaan nasional, pameran buku dan IT (sebagaimana yang berlangsung saat ini), pentas teater, tari-tarian, ajang bazar, latihan drumband hingga kegiatan lain yang bersifat sosial.

Kegiatan yang berjalan itu berkiprah dalam menumbuhkan jalinan komunikasi yang lebih intens, tak lagi sebatas realitas yang berdiri sendiri-sendiri. Dengan demikian amat berpeluang terjalinnya beragam aktivitas dan identitas satu sama lain. Ke depan boleh jadi akan menuai manfaat, bahwa keberadaan ruang jalan sebelumnya yang - kemudian - dijadikan ruang publik pendidikan akan bisa bersintesa sebagai wilayah bercitra edukatif, komunikatif dan rekreatif.

Untuk saat ini, apa yang bisa kita lihat dan rasakan ketika melewati kawasan ini? Secara struktural, fungsi maupun estetika pedestrian agaknya belum sepenuhnya merupakan terjemahan atau aplikasi dari konsep yang digulirkan sebelumnya.

Bali Post, Minggu, 11 Mei 2008

Tidak ada komentar:

Posting Komentar