Sabtu, 11 Juli 2009

Kuta Square dalam Bingkai Arsitektur

Kuta Square, salah satu lokasi yang dikoyak bom pada 1 Okober 2005, selain Menega Cafe dan Nyoman Cafe di pantai Jimbaran, dikatakan sebagai tragedi bom Bali kedua. Tragedi itu menyisakan duka yang dalam. Korban berjatuhan, selain akibat hantaman bom, juga lantaran tertimpa reruntuhan dan serpihan bangunan yang mengalami kerusakan. Lantas, bila diteropong dari sisi bangunannya, apa dan bagaimana ungkapan wujud arsitektur Kuta Square? Elemen apakah yang mesti ditambahkan pada bangunan publiknya untuk bisa mendeteksi adanya bom?
-------------

KUTA, Bali, merupakan satu ikon pariwisata yang amat dikenal di dunia. Orang yang berwisata ke Kuta pasti akan mengenal kawasan Kuta Square yang letaknya sekitar 10 km dari kota Denpasar, atau 3 km dari Bandara Ngurah Rai, Tuban, itu. Tempat itu merupakan kawasan pertokoan atau pusat perbelanjaan, tumbuh di kawasan pemukiman Desa Adat Kuta. Jalan di depan pertokoan merupakan jalur dua arah. Arsitektur pertokoannya sebagai gabungan dari beberapa buah bangunan di sisi kiri-kanannya, terbagi dalam beberapa ruang (di lantai atas) pada masing-masing toko.

Perkembangan pariwisata memberi tempat pada perubahan pola hidup masyarakat. Perubahan itu secara langsung berkorelasi dengan perkembangan bentuk dan fasad (wajah) arsitekturnya. Sebagai zona perbelanjaan masa kini, pola aktivitas, kebutuhan, fasilitas yang ada di Kuta Square tidak banyak berkaitan dengan fungsi adat istiadat atau pakraman di Bali. Mungkin karena itu pula, wajah arsitekturnya banyak dikemas dengan polesan desain non-Bali.

Tidak Sepenuhnya
Besarnya kekuatan modernisasi terlihat merambah kawasan ini, khususnya yang berhubungan dengan pewajahan arsitektur di Kuta Square. Hal ini menjadikan kawasan ini cenderung "berwajah asing" di tempatnya sendiri. Bentuk dan ornamen non-Bali merasuki. Kuta sebagai sebuah daerah tujuan wisata menerima pengaruh yang cukup kuat dari perkembangan arsitektur modern.

Dalam kenyataan, arsitektur Kuta Square sebenarnya telah berupaya menampilkan wajah lokal dalam usaha menunjukkan ke-Bali-an dengan berbagai cara melalui ragam hias, bentuk, penampilan warna dan bahan serta langgam. Namun, dalam tampilan masing-masing tidaklah sepenuhnya memberi nuansa arsitektur lokal Bali.

Arsitektur Kuta Square sepertinya menyimpan power yang menurut fungsinya digeluti geliat pergerakan ekonomi. Sendi-sendi ekonomi era global yang terbangun itu turut memberi wajah "internasional" pada gubahan arsitekturnya. Untuk itu, guna lebih menyadarkan pengunjung di mana dia berada, pertokoan Kuta Square mungkin bisa lebih di-Bali-kan desainnya, agar tidak memiliki kesamaan "rupa" dan suasana dengan pusat-pusat perbelanjaan di negara lain atau kota-kota besar di luar Bali.

Tata ruang bangunan Kuta Square merupakan satu kesatuan memanjang. Sirkulasi vertikal terletak di dalam bangunan, sementara sirkulasi horizontal, bagian luar berupa selasar, bagian dalamnya disesuaikan dengan penataan barang-barangnya. Bentuk massa bangunan sebagian besar memanjang (linier). Khusus gedung Matahari mendekati bentuk kubus. Komposisi bukaan, semua unit pertokoan menghadap jalan dan menempatkan bagian depan sebagai bukaan terluas. Berbeda bagi Matahari, arah hadap utamanya berorientasi ke tempat parkir, bukan ke jalan. Pintu-pintu utama/depan bagian dalam bangunan pertokoan punya standarisasi bukaan pintu kaca dan di depan. Sementara bagian terluar umumnya memakai pintu falding door atau rolling door.

Hiasan dan Bahan
Pada ragam hias (ornamen dan dekorasi), Kuta Square memiliki beberapa kelompok berornamen Bali (Bali kini) maupun non-Bali. Kandungan ornamen Bali dapat ditemui pada konsol-konsol yang mentransformasikan bentuk sunduk pada toko Animale berbahan beton diprofil.

Sementara ornamen non-Bali terlihat pada entrance hall Matahari Shopping Centre, Atelier Versage, Tourist Information H.I.S., toko Sol, Emporio Armani Jean, Roxy, Noa-noa, dan Sonia.
Beberapa kelompok bangunan menggunakan dekorasi Bali (bentuk lelengisan). Contohnya, toko Mayang Bali dan Polo yang menerapkan dekorasi ukiran Bali, dibuat sangat detail dengan bahan paras Silakarang. Tampilannya sebagai salah satu dari beberapa unit pertokoan Kuta Square yang mencoba mem-Bali-kan sebuah tampilan arsitektur modern. Bangunan yang berdekorasi non-Bali dapat ditemui pada toko Volkom, KFC Restaurant, dan Central Station.

Bagaimana mengenai bahan? Finishing dinding yang menggunakan bahan lokal bata gosok (pripihan), yakni toko Polo. Toko Rascels menggunakan paras Krobokan dan paras Taro, serta toko Animale mengkombinasikan paras Krobokan dan Silakarang. Toko Lotte menggunakan paras cetak batik dikombinasi bata pripihan.

Bahan finishing dinding non-lokal seperti batu palimanan terdapat pada toko Sonia, bahan glass block di toko Noa-noa. Namun, seluruh struktur bangunan menggunakan bahan beton bertulang, termasuk bangunan Raja's Bar & Restaurant, yang terletak di timur jalan, tempat terjadinya ledakan bom. Banyak bangunan berkaca pada bidang-bidang yang memerlukan pencahayaan alami dan tembus pandang dari luar.

Lantas, dengan warna? Secara keseluruhan, banyak warna yang ditampilkan secara mencolok, misalnya toko Central Station, seluruh dindingnya dicat merah oranye. Toko Price Shop, seluruh dindingnya ditutup billboard merah darah. Toko Volkom, seluruh dindingnya dicat hitam, dan toko Roxy berwarna hijau. Ada pula dindingnya dicat ungu muda seperti toko Everbest. Namun, beberapa kelompok bangunan lainnya menggunakan warna-warni Bali -- natural, warna merah bata dan warna abu-abu paras.

Elemen Pendeteksi
Selain arsitekturnya yang -- sepatutnya -- dibuat bercitra Bali, toko-toko yang ada di situ agar tak berkesan asing di negeri sendiri, juga perlu dipasang elemen pendeteksi. Ini untuk memantau setiap gerak-gerik pengunjung maupun barang-barang yang dibawanya. Misalnya dengan menempatkan kamera pemantau CCTV (Close Circuit Television) pada gedung-gedung publik di kawasan ini maupun untuk kawasan lainnya.

Seorang pengamat teknologi informasi, Roy Suryo mengatakan, ruang umum publik seperti mal, restoran, rumah sakit, stasiun, dan bandara wajib dipasangi kamera pengintai. Rekaman gambarnya tak hanya menjadi bukti tindak kriminal, juga bisa mencegah kejahatan. Dengan adanya CCTV, tingkah laku orang yang mencurigakan bisa dideteksi lebih dini.

Selain CCTV, konon ada pula alat pengintai dan pemantau lain. Salah satunya, "detektor radar". Konon Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah mengembangkan alat itu.
Pada dasarnya, setiap objek atau benda memiliki frekwensi khas. Maka, bom pun sudah pasti dapat diidentifikasi, kendati ada di balik kerangka mobil atau disimpan dalam ransel. Negara Belanda ditengarai sudah mengembangkan sistem radar untuk mendeteksi ranjau. Sistem pendeteksi juga bisa dipasang pada robot. Alat bersinyal dan berpemancar sinyal ini juga bisa digerakkan (dengan remote control) untuk menyisir kawasan yang dicurigai.

Alat-alat pendeteksi itu pun sepatutnya diletakkan pada sudut-sudut atau bagian tersembunyi, namun punya radius jangkauan luas untuk memantau wilayah yang harus diamankan, Misalnya ditempatkan pada bagian ornamen strukural arsitekturnya, atau pada sudut-sudut elemen arsitektur lainnya. Tentu, selain alat-alat yang perlu disediakan itu, hendaknya tak lupa pula menempatkan alat-alat pemadam kebakaran di ruangan masing-masing.

I Nyoman Gde Suardana, Bali Post, Minggu, 16 Oktober 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar